Lingkar tubuhmu membaur berimba dengan tarian kecil yang kulakukan pada pukul dua lima belas lebih sembilan detik. Dengan penuh keyakinan. Kau lantas berbisik. "Jangan takut!" Aku bangkit, lalu menyeka peluh sekenanya.
Kau bergegas menghampiri setiap jejalnya tanpa pernah mengeluh. Walau aral kerap mencegat utas. Bahkan ketika hardikanku yang terparah sekalipun. Retas kelopak jemarimu kian berbekas. "Jangan pergi!" Sesakku penuh belas.
Nyanyian sebuah kolibri membuyarkan pertapaan kita. Disaat aku tengah mengais-ais harap pada titik terendah. Hujan yang terus merinangi pekarangan. Sapuan petir yang sungguh menciutkan. "Jangan takut!" Suaramu terdengar parau kali ini.
Saat sinar matamu berbias oleh sorot temaram persimpangan. Aku menangis. Entah untuk apa. Bukan juga siapa. Hanya duka. Dan singgasananya yang bertahta. Andaipun genggam yang kau berikan menyudahinya. Aku masih akan berkata. "Jangan pergi..."
3 komentar:
apa yang terselip dalam asamu itu?
setangkai luka, sebilah asmara.. ha ha
sob.. mungkinkah 'tai kebo' bisa menyesatkan pandanganmu tentang luka dan asmara..??
mari bersuka sejenak dalam kegetiran ini.. bukan untuk melupakan tapi untuk meng'arti'kan..
Posting Komentar