Genap sudah setahun kau menemani langkahku,
memperlambat usia,
melakoni lembaran prahara demi prahara,
merangkai biduk menuju tepian anai,
dalam tetesan embun pagi hari serta kebekuan malam.
Sudah sampaikah kita?
Jumat, April 09, 2010
Selasa, November 24, 2009
perlahan
Kau hadir merengkuh
satu-satunya amarah yang ada
Peduli senja perlahan menjenuh
dunia ini kembali berprosa
Dan aku luluh!
Aku suka kau dalam diam
dalam keheningan
Kupuja kau perlahan
bahkan,
terlampau pelan
Mengalahkan bisikan malam
Lalu, siapa yang kan mendengar?
satu-satunya amarah yang ada
Peduli senja perlahan menjenuh
dunia ini kembali berprosa
Dan aku luluh!
Aku suka kau dalam diam
dalam keheningan
Kupuja kau perlahan
bahkan,
terlampau pelan
Mengalahkan bisikan malam
Lalu, siapa yang kan mendengar?
Senin, November 23, 2009
antimateri
Menjejali parau desir semenanjung biru, pilu, menggema serinai gemuruh takbir, kembali diam memecah kebekuan - lakon serat Duridana menjelma di atas jelaga. Aku tertatih. Senyak bersedih. Bukan kepada sesuatu yang datang, namun kepada segala yang kerap tumpah dan berlinang.
Ini rupa punya siapa? Penuh luka sejuta tanya. Dan sesap yang belum terucap, hingga akhirnya penuh tetap. Kita hadir disini, lantas diam mengingkari, sambut kabung beruntai-untai. Gembala kecil beriak, tergulung janji syahdu ombak. Matanya lekas - berusap riak. Bancak!
Ragaku senyap tersekat mimpi, melampaui kebengisan mega yang bersimbah nanti. Kini dan sesaat, pantun yang menepis sekelebat. Bukan muara tempat jiwa bertatap muka, namun riaknya berlomba-lomba. Menghadirkan senyum hampa. Tempat nuansa memuja berhala, dan sesosok patih Gajah Mada.
Ragaku senyap tersekat mimpi, melampaui kebengisan mega yang bersimbah nanti. Kini dan sesaat, pantun yang menepis sekelebat. Bukan muara tempat jiwa bertatap muka, namun riaknya berlomba-lomba. Menghadirkan senyum hampa. Tempat nuansa memuja berhala, dan sesosok patih Gajah Mada.
Langganan:
Postingan (Atom)